Senin, 25 April 2011

BAHAGIA DI PUNCAK DERITA


Ada sebuah keluarga yang hidupnya jauh di bawah kecukupan. Kalau disebut miskin, nah itu di bawahnya lagi. Saking miskinnya, dalam  urusan isi perut (makan) saja menjadi kebiasaan yang sulit dipenuhi

Kalau kemarin (bisa) makan, sekarang prei. Bila besoknya  makan, lusa pasti “cuti” - bahkan kerap hingga beberapa hari menahan lapar sebab gak ada buat ganjal perutnya.

Kalau toh dapat dan bisa makan, itu tidak lebih  karena belaskasihan tetangga saja. Wah, alangkah berat jalan hidupnya.

Oh iya, keluarga ini terdiri dari Suami, Istri dan tiga orang Anak perempuan. Sang Suami,  sebut saja Zaujan dan istrinya - sering disapa oleh tetangga, Zaujah. 

Si Zaujan, seorang pengangguran “sukses”,  maksudnya -  sudah  gak terhitung lagi berapa tempat ia kunjungi untuk  melamar kerja, namun gak ada satu pun bersedia menerima. Sehingga sukses lah Ia jadi pengangguran, he he…

Untuk mengisi waktu luangnya, Zaujan  sibukkan dengan menggarap kebun di belakang rumah meski hasilnya tak cukup buat makan. 

Sementara si  Istri tak lebih dari seorang Ibu rumah tangga. Dimana lingkup kerjanya sebatas   sumur (mencuci / bersih-bersih) dan dapur (masak). 

Praktis sejak Zaujan tidak lagi kerja di Toko Roti tiga bulan lalu, dapur si Zaujah hampir pasti “libur panjang”. Tidak ada masak memasak, sebab memang tidak ada yang dimasak. 

Pada suatu hari, sang Istri berkata pada Suami: “Coba lah pak cari kerja! Kerja apa saja lah yang penting halal! Sudah tiga hari  ini, kita gak bisa makan, kasihan Anak-anak pak!” 

Mendengar keluhan Istri tsb,  hati Zaujan pun seolah tergugah dan seakan bangun dari mimpi buruknya. Ia berpikir, apa yang bisa ku lakukan untuk mendapatkan uang? 

Kemudian, Ia teringat Saudara perempuannya yang tinggal tak jauh dari rumahnya. Ia pergi ke Saudaranya dan bercerita maksud kedatangannya, yakni cari kerja. 

Lagi-lagi  Ia gagal  berharap ketika Saudara perempuannya berkata, “Aku tidak bisa mencarikan atau memberimu pekerjaan yang Engku minta Mas!” 

Dengan perasaan gak menentu, Ia pamit pulang sambil mengatakan: “Anak-anak sudah tiga hari ber-“puasa”(gak makan).  

Apakah ada sesuatu yang bisa Aku bawa pulang buat Mereka?”jawab Saudaranya, “ Wah, kebetulan gak ada makanan kecuali ikan yg sudah membusuk itu”. 

Sahut Zaujan, “Ya sudah itu saja, biar Aku bawa!” Hati galau dan pikiran kacau, sedang menggeluti  Zaujan dan mengiringi langkahnya pulang.

Setiba di rumah, Ia katakana pada  Istrinya kalau usahanya belum berhasil, kecuali Aku bawa ikan yang sudah membusuk  itu. 

“Ikan yang sudah membusuk? Ngapain juga dibawa pulang?” bisik Istrinya dalam hati. Ikan itu kemudian dibersihkan, dicuci dan dibelah perutnya. 


Alangkah kagetnya  Ia saat menemukan mutiara dari dalam perut ikan tersebut. “Ko’ bisa ya?” gumam Zaujan dalam hati. 

Akhirnya barang "berharga" itu ditunjukkan dan diserahkan kembali pada Saudara perempuannya dimana ikan tersebut berasal. 

Saudara perempuannya bilang, “Aku tidak akan mengambil apa yang diluar hak ku, dan karena ikan itu sudah aku serahkan  - berarti mutiara  itu, kini bukan milk-ku lagi!” 

si Zaujan pun kemudian membawanya ke pasar untuk dijual. Dari sanalah Ia mendapatkan uang banyak, yang gak pernah Ia lihat sebelumnya. 


Seperti mendapat durian runtuh dari langit, Zaujan kemudian melenggang pulang dengan hati riang sepanjang jalan. 

Tak henti-henti Ia bersyukur dan memuji pada Ilahi atas nikmat dan anugerah yang diterimanya, yang membuat langkah kakinya terasa ringan menuju kepulangan. 

Setibanya  di rumah, Ia serahkan semua uangnya pada sang Istri.  Ia ceritakan semua pada mereka dengan penuh suka cita dan hati yang berbahagia. 

Sejak saat itulah “potret” kehidupan mereka mulai berubah dan dari usaha yang dirintisnya kemudian berkembang maju dan pesat. 
So, Zaujan dan Zaujah serta Anak-anak nya tidak lagi merasakan sedihnya gak bisa makan, sakitnya menahan lapar, susahnya  merasakan  himpitan hidup, serta kesumpekan-kesumpekan hidup dan kehidupan yang selama ini dialaminya. 

Di balik kesulitan itulah ada kemudahan, dan ternyata di balik ikan yang sudah membusuk itu ada mutiara - yang membuat segala hidup dan kehidupan mereka jadi berubah.  



Dikuti dari: "La Tahzan" oleh DR. 'Aidh al Qarni

Tidak ada komentar:

Posting Komentar