Sabtu, 14 Mei 2011

SEMUT, LABA-LABA & LEBAH



Ada gula – ada semut! Pepatah yang akrab di telinga kita. Okey,  Siapa yang tak kenal semut? Pasti. Semua Orang kenal dengan hewan itu, bahkan Anak kecil sekalipun. 


Hewan  itu kerap ada di mana – mana. Di meja, kursi, tembok, lantai, dinding, kain, kasur, ruang tamu, ruang kerja, kamar tidur, dapur dst. Ia begitu mobile, dinamis, energik  bergerak tanpa henti. Seolah tak kenal lelah…. 

So, ia mondar mandir, ke sana ke mari, kadang berputar melingkar, berjalan terus dan terus berjalan. Sesekali bertemu dengan  “teman”-nya,  ia berhenti layaknya saling bertegur sapa, saling kenal dan ber”salaman”. Urut, tertib dan rapi seperti pasukan sedang  berbaris. 

Mereka berkelompok, bergerombol, ngumpul ramai-ramai. Meski ada, tapi jarang terlihat jalan sendirian. Hewan kecil ini  punya nafsu amat besar, bahkan lebih besar ketimbang ukuran badannya sendiri. 

So,  dalam mencari, menghimpun, dan mengumpulkan makanan, ia sanggup kumpulkan makanan untuk kebutuhan sampai satu tahun lebih, padahal umurnya hanya sekitar satu tahun. Dalam bahasa kita: ia hewan yang tamak/rakus. Nah, pertanyaannya - adakah manusia dengan “karakter” semut itu? Mudah-mudahan kita gak seperti itu ya!hem…

Sebab, manusia dengan karakter semut itu, sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup orang lain dan masyarakat luas. Ia tak akan memberi kesempatan pada Orang lain kecuali “disikat”nya  sendiri. 

Ia tak bisa berbagi bersama dengan yang lain. Hasratya hanya satu yakni semua yang berasa “gula” akan dimiliki,  dikuasai, dikelola, diurus, ditangani sendiri dst, tanpa peduli dengan yang lain. Beda lagi dengan laba-laba. Ia termasuk hewan ganas dan buas. 

Sarang yang dibuatnya merupakan perangkap untuk dapatkan makan. Apapun yang berlingdung di “sana” (sarang), akan disergapnya. Jangankan serangga sejenis, jantannya pun usai berhubungan sex diterkamnya. 

Bahkan telur-telurnya yang menetas saling berdesakan pun dapat saling memusnahkan. Betapa sadisnya si laba-laba. Potret hidup manusia laba-laba semacam ini bisa menimbulkan “teror” tersendiri bagi masyarakat secara keseluruhan. Sebab, ia tak pernah peduli apalagi menjaga keselamatan orang lain. 

Ia hanya berpikir, apa dan siapa yang bisa menjadi “mangsa”-nya. Beda semut, beda laba-laba dan berbeda pula lebah. Hewan yang bisa terbang ini makan aneka kembang (yang baik-baik) saja. Ia tak suka menumpuk-numpuk makanan seperti semut yang rakus itu. 

Ia mengolah makanan dan hasilnya menjadi lilin dan madu. Lilin untuk penerang dan madu sangat bermanfaat bagi manusia sebagai obat, bahkan sengatannya pun dapat menjadi obat. Semua yang tidak berguna, disingkirkan dari sarangnya. 

Ia tidak mau menyerang kecuali yang mengancam keselamatannya. Alangkah indah manusia berkarakter “lebah” itu. ia hanya makan yang baik-baik (halal), tidak rakus, serakah apalagi sampai mau merampas, merampok, korupsi dan semu hal yang dapat merugikan orang lain. 

Perilaku dan perbuatannya selalu menguntungkan pihak lain. Dari gambaran di atas, pertanyaannya - termasuk siapakah kita? Manusia semut, lebah, atau lebah? So, bagaimana menurut Anda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar