Jumat, 22 April 2011

JEJAK - JEJAK UAN

Siapa pun Anda, saat putra-putri tercintanya mengakhiri tugas berat menempuh UAN (Ujian Akhir Nasional) pasti merasa lega. 

 
Ibarat bisul telah pecah, gak ada lagi bengkak, gak juga radang, kot-cekot, nut-senut, ges-greges dst, karena sudah wes hewes semua, he he  Kini tinggal menunggu pengumuman hasil kelulusan. 


Dengan hati bar-debar, jantung dag-dig-dug, sambil menghitung hari dan menunggu “nyanyian” tokek: lulus – tidak, lulus – tidak, lulus – tidak, lu….lussss, hore….! Lho, ko’ sampai bicara soal tokek?, he..he…

Okey, lanjut ya! Kalau dipetakan, UAN kali ini, juga kali-kali  sebelumnya paling tidak melalui 4 tahapan, kayak pengamat aja, hem.. 

Menurut anaaaalisis saya, meminjam bahasa “Sentilan-sentilun”, ke-empat tahapan tersebut al:

Pertama: persiapan – dimana semua Siswa wajib mengikuti persiapan dengan sebaik-baiknya. Misal, adanya pemadatan materi khususnya “INDOMI” (Inggris – Indonesia – Matematika). 

Hanya, Indomi di sini gak ada yang rasa:  soto, ayam bawang, goreng, special telor dst, seperti di Supermarket lho! 

Diadakannya try-out (uji coba) untuk mengukur tingkat kemampuan siswa dalam menangkap menyerap dan memahami materi. 


Selain itu juga diadakan ESQ, sampai pada persiapan ritual relegius seperti penyampaian “Taushiyah” (ceramah berisi nasihat) doa bersama, istighosah dst.

Asal tidak ke dukun (dukun bayi/pijet boleh lho!), tidak ber”kawan” dengan peramal, gak usah mbakar kemenyan dan gak perlu tidur di kuburan.hem.. 

Kedua: pelaksanaan UAN itu sendiri – ketika seluruh Siswa mulai mengerjakan test sejak hari pertama sampai terakhir. Bagi Siswa/i yang persiapannya pas-pasan/minim, mungkin ada beban psykhologis tersendiri.

Mengapa? Ya, tentu ada perasaan takut/kawatir/cemas/was-was dst, kalau perolehan nilainya nanti tak sampai memenuhi standar kelulusan. 


Masih ditambah lagi, adanya pengawasan silang yakni bapak/ibu guru sekolah lain/luar  yang ditugasi “menemani” para siswa.

Padahal mereka tidak kenal selama ini, sehingga tak jarang muncul perasaan nervous, tegang, bersalah yang berlebihan dari (sebagian) Siswa. 

Ketiga: pengumuman hasil kelulusan -  Ini rupanya yang tak kalah pentingnya dibandingkan tahap-tahap sebelumnya. 

Karena, umumnya Siswa hanya siap untuk lulus tapi tidak siap jika gagal. Itu sih manusiawy, bukan saja Siswa - orang pada umumnya pun juga akan sama. 


Bagi siswa/i  yang lulus, seperti kebiasan yang sudah-sudah, mereka melakukan aksi corat-coret baju seragam, rambut, badan, motor dst sambil melompat-lompat kegirangan, berteriak keras-keras terus dilanjutkan  konvoi kendaraan keliling kota dengan knaplot “terbuka”, suara gas digeber kencang-kencang dst. 


Sebaliknya mereka yang gagal, tertunduk lesu, lemas, lunglai gak bersemangat, menangis,  histeris, dan bahkan ada yang lebih dari itu. 

Pertanyaannya – apakah cara mengungkapkan/mengekspresikan (suka/duka) seperti itu adalah pantas dilakukan Anak-anak didik kita? Apa untungnya? 

Bukankah itu justru akan merugikan diri mereka sendiri? Okey, mungkin itu hanyalah sebuah “potret” para Siswa/i yang tak lain adalah remaja. So, mereka sedang/ingin  mencari jatidirinya sendiri. Ya, monggo-monggo aja!

Ke-empat: tahapan ini yang paling sulit, dan sulit banget. Lha, gimana to? Coba kita bedakan antara siswa yang lulus dan yang kurang beruntung (tidak lulus). Buat  mereka yang berhasil, misalnya. 

pasti kan tampak “cerah” wajahnya, suaranya keras dan lantang, senyuman yang membanggakan, tawa yang “renyah” dan bahasa tubuh yang “okey” punya.


Kepada mereka, selagi baru dilihat aja dah merasa disapa dan (mungkin) dipuja, belum ditanya satu patah kata pun mereka dah berpanjang-panjang cerita penuh kegirangan, apalagi kalau ditanya ya? 

He …he..So, buat yang berhasil, relatif  tak ada kendala berarti saat diberikan “pesan-pesan” sebagai “bekal” untuk ke depannya.


Lalu, bagaimana dengan mereka yang kurang beruntung (tidak lulus)?  Ini dia yang tidak mudah. 

Terlihat dari wajahnya yang “buram”, gak ada terdengar canda dan tawa, airmatanya membasahi pipi, matanya sembab, tubuhnya lemah lunglai dst.. 

betapa sulitnya mengajak bicara mereka dalam kondisi phisik dan psykhis seperti itu? 

Itu makanya jauh – jauh hari mesti ditanamkan pemahaman agar siap menghadapi realita yang tak menggembirakan. 

Kata kuncinya adalah tentu, Agama. Selain itu Anak diajak bicara realita dengan bahasa-bahasa rasional dan bukan emosional.. 

Artinya, kalau saja gagal ini dipahami sebagai sebuah “prestasi” yang tertunda, maka tak perlu  ada duka, lara dan kecewa yang berlebih-lebihan. 

Tak perlu ada frustasi yang menjadi-jadi dan tak usah marah yang mengada-ada. 


Sebab, bisa saja terjadi, “gagal” sekarang merupakan langkah awal kesuksesan berikutnya.dan boleh saja “sukses” sekarang justru awal kegagalan selanjutnya. Iya kan? 

Sebab, siapa bisa menjamin bahwa sukses yang sekarang ini akan membawa kesuksesan berikutnya? .Sebaliknya, siapa berani pastikan bahwa gagal yang sekarang ini adalah langkah awal meuju kegagalan berikutnya? 

Tak ada yang tahu pasti apa yang akan terjadi besok! So, baik sukses atau gagal sebenarnya adalah sama-sama merupakan “modal” dari sebuah “perjalanan” esok yang masih panjang dan gelap, berselimut misteri dan penuh ketidakpastian. 

Kalau kesuksesan itu kemudian menjadikan sebab dari awal kesuksesan yang akan datang/berikutnya, itu yang diharapkan, dan gak ada masalah. 

Tapi bagaimanakah halnya jika kesuksesan itu ternyata  menjadikan sebab dari awal kegagalan yang akan datang? Demikian juga, bagaimana halnya bila kegagalan itu menjadikan sebab dari awal nuju kesuksesan? 

Tapi kalau kemudian kegagalan itu menjadikan sebab dari awal kegagalan selanjutnya, apa yang mesti dilakukan? Tahapan inilah sebenarnya paling krusial, dibanding tahapan-tahapan sebelumnya. 

Tahapan ini pula yang kerapkali lepas dari perhatian semua pihak karena sibuk dengan euphoria dan pestapora. Sementara yang lain, tenggelam  dalam duka berkepanjangan. 

Okey, sudahlah perjalanan  masih panjang dan panjang banget. Jadi, jangan lupa itu baru  awal dari sebuah perjalanan lho, maka mesti bersiap-siap untuk meneruskan perjalanan selanjutnya.


Oh iya, sebelum lupa, dari lubuk hati terdalam - saya doakan buat Putra-putri tercinta kita dan para Siswa/i  di manapun Anda berada, semoga semuanya dapat lulus dengan hasil terbaik.  Amin…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar