Senin, 02 Mei 2011

PENSIL 2B





Masih ingatkah Anda dengan Bocah “Ajaib” asal Jombang bernama, Ponari? Kalau masih, lanjut ya! Tapi kalau sudah lupa, atau buat temen-temen yang belum pernah dengar ceritanya - biar  gampang memulai, nih saya kasih keywordnya! Hem..


Anak pasangan Khomsin dan Mukharomah ini, dua tahun lalu sempat terkenal karena batu ajaib-nya dipercaya dapat menyembuhkan penyakit. 

Batu Ajaib? Ya, tidak lain adalah batu pipih yang didapat saat hujan lebat disertai sambaran geledek. 

Ajaibnya? Nah, setelah batu tersebut  dicelupkan air yang sudah disiapkan dalam ember, kemudian airnya diminumkan pasien – maka, “bim salabim” bablas penyakitnya. 

Nah, dari sanalah cerita muncul, berkembang dan menyebar ke berbagai daerah. Lalu, apa hubungan pensil 2B dengan air bertuah (air yang sudah dicelup batu ajaib-nya)? Bukankah itu dua hal yang tak ada hubungan samasekali? 

Atau, Ponari yang masih duduk di kelas V SD itu mengikuti Unas SMP dengan mengandalkan batu ajaib sebagai “Joki”-nya?  Bukan! Sekali lagi, bukan!

Ternyata ada rombongan pelajar SMP dari kecamatan Megaluh, Jombang, mendatangi Ponari dengan maksud minta air bertuah. 

Tujuannya, “agar pikiran tenang setelah minum dan lancar dalam  mengerjakan soal setelah Pensil 2B dicelupkan ke air bertuah itu”, tutur salah seorang siswa dalam rombongan tersebut, seperti dikisahkan dalam http://Magazindo.info/tag/jombang. 

Melihat realita pelajar “bertuah” (berburu air bertuah) tsb, minimal ada tiga hal bisa dikedepankan: pertama, usaha; kedua, tujuan, dan yang ketiga adalah cara. 

Pada  point pertama dan kedua,  semua pihak pasti meng-apresiasi bahwa ternyata mereka bukanlah Anak-anak pemalas, yang berleha-leha dan menyerahkan nasibnya semata-mata pada taqdir. 

Buktinya,  ada suatu usaha yang mereka lakukan. Usaha yang mereka lakukan tidak lain adalah agar dapat berhasil (lulus) dalam unas. Point ketiga, tentang  cara. 

Nah, ini dia yang mesti dicari jawabnya kenapa mereka lakukan itu? Apakah air bertuah-nya  Ponari itu begitu “sakti” dalam mengobati pasien, sehinggga mereka tergoda untuk iseng-iseng mencoba pensil 2B buat menghadapi unas? 

Ah, jangan-jangan mereka hanya main-main. Sebab  lulus/tidak, buat mereka enggak ada beda. Sama-sama akan menyebabkan “kesengsaraan” (baca: pengangguran) buat mereka. 

So, gambaran untuk nerusin sekolah ke tingkat lanjutan, baik SLTA/SMK buat mereka masih “gelap”. Gelap? Iya, karena besarnya beaya saat daftar sekolah lanjutan nanti pasti bakal “menghentikan” langkah dan cita-cita mereka. 

Meskipun Pemerintah sudah mencanangkan program sekolah gratis, tapi ternyata masih banyak hal yang tidak gratis. 

Misalnya  sumbangan: pembangunan gedung, pembangunan mushola,  pembebasan tanah, perbaikan atap, pemugaran pagar dst, dll. “ 

Atau, jangan-jangan mereka sedang tertarik dengan hal-hal berbau supranatural? Nah, kalau yang ini,  harus ada “suhu” (guru) yang membimbingnya agar tidak salah jalan (tersesat). Sayangnya, saya tidak punya kapasitas (kemampuan) untuk “membedah”nya, he..he… 

Okey, kembali ke persoalan pelajar tersebut. Yang terpenting gak usah saling menyalahkan apalagi mencari kambing hitam. 

Buat mereka yang berkompeten di bidangnya, harus cepat tanggap dengan melakukan penyelidikan dan pengusutan secara tuntas agar segera bisa dicarikan solusinya. 

Sehingga tidak menjadi preseden buruk dalam dunia pendidikan di masa depan. 
Bagaimana menurut Anda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar